Judul                          : Fiqh Sosial: Masa Depan Fiqh Indonesia

Penulis                      : Umdah el Baroroh dan Tutik Nurul Janah

Cetakan                     : I, Januari 2016

Penerbit                    : PUSAT FISI-IPMAFA PRESS

Ukuran+tebal          : xx+152 hlm.:15,5cmx24cm

 

Dalam buku yang ditulis oleh Tutik Nurul Janah dan Umdah el Baroroh—menantu dan santri Kiai Sahal—ini, ditegaskan bahwa dasar pemikiran dan gerakan pemberdayaan fiqh sosial Kiai Sahal adalah dakwah tentang dua tugas diturunkannya manusia di bumi, yang mana harus dijalankan oleh setiap individu secara seimbang untuk mencapai tujuan sa’adatut darain (kebahagiaan dunia dan akhirat). Kedua tugas tersebut adalah ‘ibadatullah (beribadah kepada Allah) dan imaratul ardhi menjadi pemimpin di bumi), yang saling menunjang kesempurnaannya satu sama lain. Dua tugas manusia tersebut berkenaan dengan hukum-hukum fiqh. Oleh karena itu, Kiai Sahal menegaskan bahwa fiqh dan ibadah tidak hanya berkaitan dengan solat, puasa, haji, dan hukum-hukumnya saja. Akan tetapi pengejawantahan tugas imaratul ardhi menjadi bentuk ibadah dengan dampak lebih besar untuk mengukur kesalehan individu sebagai hamba maupun sebagai makhluk sosial.

Fiqh sosial sebagai masterpiece pemikiran fiqh dan pesantren Dr. KH. MA. Kiai Sahal Mahfudh—atau yang lebih dikenal dengan Kiai Sahal—merupakan representasi dari fiqh yang dinamis. Hukum-hukum fiqh selalu berkembang secara kontekstual sesuai dinamika yang terjadi pada zaman di mana fiqh berada. Oleh Kiai Sahal dalam fiqh sosialnya, ketika akan melakukan pengembangan (kontekstualisasi) hukum fiqh terhadap suatu masalah yang belum ditemukan ketika hukum-hukum fiqh dirumuskan oleh para ulama’, maka penting untuk melakukan pengambilan hukum dengan pola bermadzhab manhaji, salah satu representasinya adalah ijtihad jama’i (kolektif) dari berbagai pakar keilmuan yang berkaitan dengan suatu masalah yang akan diputuskan hukumnya. Metode itu digunakan oleh Kiai Sahal untuk mencapai maslahah dari keputusan hukum fiqh yang diambil.

Pola bermadzab manhaji mengisyaratkan bahwa, dewasa ini banyak muncul persoalan yang berkaitan dengan fiqh namun tidak bisa cukup ditentukan hukum fiqhnya secara tekstualis (qouli). Mengingat berbagai ketentuan hukum fiqh yang telah dirumuskan para ulama’ dalam kitab-kitab salafnya, didasarkan pada penelitian terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi di masyarakat pada zamannya, yang mana sangat memungkinkan terjadi banyak perubahan konteks pada peristiwa yang sama. Selain itu, pemikiran fiqh sosial Kiai Sahal muncul dari kegelisahannya melihat realita sosial ekonomi dan keagamaan masyarakat Kajen dan sekitarnya. Inilah alasan mengapa fiqh Kiai Sahal menjadi sangat lokal dan kontekstual, sehingga, fiqh sosial Kiai Sahal dengan perangkat epistemologi, metodologi, dan aksiologinya, layak dan relevan untuk menjadi pilihan masa depan fiqh Indonesia.