Oleh Jamal Ma’mur

“Perjuangan ini seyogianya terus kita gelorakan, supaya ke depan Pati juga berkembang menjadi kota religius”

Keberadaan kafe di wilayah Kabupaten Pati, terutama di pusat kota, sebagai tempat karaoke kembali menimbulkan keresahan publik. Terlebih tempat hiburan dari Jepang itu yang secara harfiah berarti ’’orkestra kosong’’ itu disalahgunakan untuk kegiatan mesum. Hal itu melahirkan ragam persoalan sosial, dari kemerebakan prostitusi, peredaran miras, narkoba, peningkatan prevalensi HIV/ AIDS, sampai peningkatan angka perceraian.

Bahkan, penyimpanganitu telah merambah ke salon dan warnet yang sering digunakan untuk hal-hal yang amoral. Ironisnya, pelaku banyak berasal dari kalangan pelajar di bawah umur yang diharapkan keluarga, masyarakat, dan bangsa sebagai pemimpin pada masa depan.

Problem serius inilah yang seyogianya mendapat perhatian besar dari seluruh elemen masyarakat Kabupaten Pati, terutama wakil rakyat dan bupati beserta jajarannya. Dalam konteks ini, jihad yang dikomandani dua organisasi besar Pati, NU dan Muhammadiyah, untuk memberantas segala macam kemungkaran harus mendapat dukungan semua pihak.

Pengurus dan anggota dua organisasi ini menuntut pemerintah dan wakil rakyat untuk segera menutup segala macam tempat hiburan (siang/malam) dan tidak memperpanjang izin operasional mereka. Kepeutusan itu setelah mempertimbangan dampak negatif yang ditimbulkannya ternyata sangat besar bagi masa depan generasi muda dan bangsa.

Tak hanya itu, NU dan Muhammadiyah juga menuntut pemerintah menginvestigasi dan menutup bisnis salon dan warnet yang disalahgunakan untuk kegiatan mesum.

Perjuangan dua organisasi itu bisa dikatakan jihad karena mereka mengerahkan semua potensi, baik pikiran, waktu, tenaga, maupun materi, untuk menegakkan kebenaran dan memberantas kemungkaran.

Jihad intelektual, moral, ekonomi, pendidikan, sosial, media, dan politik menurut Yusuf al-Qaradlawi (2006) adalah jihad kontemporer yang harus digalakkan guna merespons dinamika global yang terus berjalan secara dinamis, transformatif, dan kompetitif.

Pemerintah yang diwakili jajaran legislatif dan eksekutif harus bersatu dengan agamawan, cendekiawan, aktivis, dan masyarakat umum dalam pemberantasan kemungkaran. Kalau hanya satu kelompok, tidak akan kuat dan kurang efektif melakukan medan jihad ini karena pengusaha karaoke punya dukungan dana dan lobi yang kuat ke pusat kekuasaan.

Kota Religius

Kafe yang mempekerjakan perempuan-perempuan muda mengubah pola pikir mereka yang apada awalnya mengedepankan kerja keras menjadi gaya hidup yang serbainstan. Keberlimbahan materi bisa mereka dapatkan dengan jalan mudah dan cepat, tanpa harus bersusah-payah.

Realitas inilah yang harus diantisipasi dan membutuhkan respons cepat dari semua pihak. Persatuan dalam memberantas kemungkaran menjadi syarat mutlak. Keberanian dan strategi jitu menjadi kata kunci kesuksesan. Komitmen dan konsistensi perjuangan harus terus dijaga, jangan memudar oleh godaan yang bisa mematahkan semangat juang.

Risiko dalam sebuah perjuangan pasti ada. Nabi Muhammad mempertaruhkan harta dan jiwa untuk menegakkan keadilan dan kesejahteraan di muka bumi. Nabi saw tidak gentar sedikit pun menghadapi berbagai macam kekuatan yang ingin menghentikan perjuangannya. Dengan strategi jitu, spirit juang tinggi, dan pertolongan Allah swt, Nabi meraih kemenangan, yang manfaatnya bisa kita rasakan sampai sekarang.

Karena itu, tidak ada pilihan lain kecuali memberantas segala bentuk kemungkaran yang merusak kemanusiaan, seperti penyalahgunaan tempat hiburan untuk kegiatan mesum dan sejenisnya. Perjuangan ini seyogianya terus kita gelorakan, supaya ke depan Pati menjadi kota religius yang disinari nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan.

Dalam tataran praktis, tekad itu sekaligus bisa membawa kemajuan moral, ekonomi, sosial, budaya, dan politik kepada masyarakat secara merata, tanpa ada diskriminasi dan subordinasi. (10)

–  Jamal Ma’mur, dosen Staimafa Pati, mahasiswa S-3 Islamic Studies IAIN Walisongo Semarang