Meskipun telah wafat, KH. Sahal Mahfudh menjadi teladan bersama, baik kalangan pesantren maupun lintas golongan. Dari pemikiran dan kiprah Kiai Sahal, Sekolah Tinggi Agama Islam Mathali’ul Falah (STAI Mafa), berusaha mengkaji dan meneliti warisan pemikiran Kiai Sahal. Proses penelitian ini, terwadahi dalam lembaga bernama Fiqh Sosial Institute (FISI).
Lembaga ini, yang mengkaji pemikiran fiqh sosial Kiai Sahal, diresmikan bersamaan dengan launching buku ‘Epistemologi Fiqh Sosial: Konsep Hukum Islam dan Pemberdayaan Masyarakat, yang ditulis oleh peneliti-dosen STAIMAFA, dan disunting oleh Munawir Aziz. Agenda ini, dihadiri oleh KH. Musthofa Bisri (Rais ‘Am PBNU), Prof Dr Amin Abdullah (Guru Besar UIN Sunan Kalijaga) dan Imam Aziz (pendiri Syarikat dan Ketua PBNU).
Ketua STAI Mafa, H. Abdul Ghoffar Rozien, M.Ed dalam sambutan pembukaan, menyatakan bahwa Fiqh Sosial Institute sebenarnya sudah beraktifitas sejak dua tahun yang lalu. “Kami ingin bahwa, Fiqh Sosial Institute itu menjadi lembaga yang menguatkan program riset akademik dan mampu mewujudkan impian pendiri STAI Mafa, sebagai kampus berbasis nilai-nilai pesantren,” ungkapnya.
Dalam agenda ini, KH. Mustofa Bisri (Gus Mus) secara langsung meresmikan berdirinya Fiqh Sosial Institute-STAI Mafa. Gus Mus menyatakan, apapun agenda yang terkait dengan mengenang Kiai Sahal, beliau siap hadir karena terkenang dengan teladan Kiai Sahal.
“Kiai Sahal itu ulama panutan. Beliau itu gabungan antar Kiai Wahab Chasbullah yang ahli ushul fiqh, dan Kiai Bisri Syansuri yang ahli fiqh. Pemikiran Kiai Sahal sangat luar biasa. Kiai Sahal itu sangat ‘alim, beliau berusaha mengkontekstualkan fiqh dengan hal-hal sekarang. Beliau bisa membahasakan pesantren dengan bahasa orang kota,” terang Gus Mus.
Di forum ini, Gus Mus juga sempat mengusulkan tentang pemberian nama lembaga yang menguatkan peran Kiai Sahal. Sementara, Prof Dr. Amin Abdullah, mengapresiasi pemikiran dan kiprah Kiai Sahal, serta proses riset yang dilakukan peneliti FISI. “Cara berpikir Kiai Sahal, bahwa perguruan tinggi yang didirikan berbasis nilai-nilai pesantren, itu luar biasa. Pemikiran ini sudah melampaui zaman, karena banyak di beberapa perguruan tinggi lain, bingung mau melangkah ke mana. Sementara di STAI Mafa, sudah jelas arahnya,” terang Prof. Amin.
Kiprah Kiai Sahal, juga dikisahkan oleh Imam Aziz, dengan menafsirkan sikap diam Kiai Sahal. “Yang menarik dari sikap Kiai Sahal adalah strategi ‘diamnya’. Di beberapa forum, sikap diam Kiai Sahal itu memang ada dasarnya. Beliau tidak ingin hal-hal yang penting diplintir oleh media, juga menjaga kehati-hatian. Pemikiran Kiai Sahal juga senada dengan Gus Dur, ketika mendiamkan teks. Yakni proses untuk membiarkan hal-hal kontemporer dan sensitif dari pesantren, agar direspons masyarakat dulu,”