STAIMAFA FISI- Bedah kitab Kiai Sahal kemarin sore (25/06/2015) kembali dilaksanakan oleh Fiqh Sosial Institute. Bedah kitab pertemuan ke-2 itu menghadirkan H. M. Faeshol Muzammil sebagai narasumber. Membedah kitab al Bayanu al Mulamma’ fi al Alfadz al Luma’, Gus Faeshol, sapaan akrab H. M. Faeshol Muzammil, menyampaikan bahwa kitab tersebut menjadi salah satu kontribusi besar Kiai Sahal terhadap kajian ushul fiqh. Mengapa? Karena kitab al Bayanu al Mulamma’ fi al Alfadz al Luma’ tergolong kitab yang sulit tapi juga ringkas. Sebagaimana yang dipaparkan Gus Faeshol dalam penjelasannya. Karena itu, bedah kitab al Bayanu al Mulamma’ fi al Alfadz al Luma’ ini sekaligus juga menjadi langkah strategis dalam mendalami profil dan isi kitab tersebut.
Masih dari keterangan Gus Faeshol, yang juga mengikuti jejak pendidikan pesantren kiai sahal di sarang itu, Kiyai sahal memberikan catatan sebagai syarah dalam kitab al Bayanu al Mulamma’ fi al Alfadz al Luma’, sehingga semakin mempermudah pemahaman pembahasan ushul fiqh di dalamnya. Di zaman itu, orang belum begitu perhatian dengan ushul fiqh, khususnya di pulau jawa. Kiai sahal yang di usia semuda itu sudah menulis kitab tentang ushul fiqh, menunjukkan pemahamannya yang lebih terhadap ushul fiqh.
Gus Faeshol dalam kesempatan diskusi kemarin, mengajak peserta mengkaji, membedah, dan menganalisa kitab al Bayanu al Mulamma’ fi al Alfadz al Luma’, karangan kiai sahal secara produktif. Di mana kebanyakan orang tidak menggap usul fiqh adalah ilmu penting yang harus dikaji. Padahal tanpa ushul fiqh, kajian fiqh pasti menjadi lemah. Seperti yang sekarang banyak terjadi, banyak acara yang menayangkan mufti membincangkan hukum Islam. Dengan mudahnya menjawab pertanyaan hukum tanpa mengkaji terlebih dahulu apa yang ada di dalam usul fiqh dan fiqh. Dan justru seperti itu yang disukai pasar.
Sementara itu, menurut Kiai Sahal hukum Islam tidak hanya cukup sekedar dijawab dengan Quran dan hadis. Dahulu, santri-santri selalu belajar berbagai fan (cabang) ilmu. Sehingga ketika berbicara tentang fiqh, maka nahwushorofnya sudah selesai. Melihat kitab al Bayanu al Mulamma’ fi al Alfadz al Luma’, Kiai Sahal menyadari bahwa ushul fiqh harus selesai dipelajari bagi orang-orang yang mendalami fiqh. Lalu, bagaimana Kiai Sahal menulis kitab tersebut? Adalah dengan memberikan taqliqat (catatan-catatan). Sumber utamanya dari ta’liqat ini adalah kitab gurunya, Syaikh Yasin bin Isa al Fadani. Kiai Sahal tidak menyebutkan pendapat pribadinya dalam melihat perbedaan para imam. Kiai sahal dengan catatan-catatannya ingin membantu mempermudah pemahaman terhadap kitab al Bayanu al Mulamma’ fi al Alfadz al Luma’ yang terkenal sulit tapi ringkas itu. Pertama dengan menjelaskan dhamirnya, kemudian memberikan penjelasan terhadap lafadh-lafadh yang sulit secara sederhana, menyebutkan nama lengkap ulama’ yang disebut dalam matan kitab, dan memberikan contoh-contoh yang memudahkan pemahaman. AK.