Membedah terobosan pengambilan putusan hukum Kiai Sahal, demikianlah gagasan besar dalam kitab Intifakh al-Wadajain. Kitab Kiai Sahal ini, memaparkan bagaimana Kiai Sahal yang dianggap lebih banyak diam dalam menanggapi suatu permasalahan hukum, ternyata memiliki sikap dan pemikiran progresif. Kiai Sahal dalam kitab tersebut memaparkan tentang bagaimana suatu diskusi berjalan untuk menentukan hukum persoalan fikih.
Kitab Intifakh al-Wadajain lahir dengan latar belakang munculnya nama jam’iyyah Bahtsul Masail dan kemunculan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Bagaimana perdebatan dan adu argumen dalam perbedaan pendapat terjadi, hingga bagaimana penjelasan hukum yang akhirnya diputuskan, yang mana seringkali khilaf ataupun mauquf.
Misalnya dalam persoalan jual beli memakai kaca mata. Karena forum Bahtsul Masail memandang konteksnya telah berbeda antara situasi dan kondisi semasa hidup ulama’ terdahulu yang menjadi rujukan pengambilan hukum dengan yang terjadi saat ini, maka seringkali hukumnya menjadi khilaf ataupun mauquf. Inilah yang menjadi refleksi Kiai Sahal dalam melakukan terobosan pengambilan putusan hukum. Kiai Sahal melakukan kontekstualisasi hukum yang telah dihasilkan ulama’ terdahulu dengan konteks situasi kondisi kekinian di masa hidupnya. Dasar ijtihad Kiai Sahal adalah ushul fiqh dan mempertimbangkan kebutuhan (maslahah) dan kemampuan masyarakat menjalankan hukum fiqh saat ini. Sehingga fiqh kemudian dapat memberikan pilihan-pilihan hukum. Tidak lagi halal-haram maupun khilaf dan mauquf.
Kiai Sahal dalam menyikapi hukum Islam yang terkandung di dalam al Qur’an, yaitu hukum qoth’iy dan khususnya dzonniy, jika konteksnya adalah persoalan yang dihadapi masyarakat, maka keputusan hukumnya akan merujuk pada pendapat lintas madzhab dan generasi. Maka kitab Intifakh al-Wadajain dapat dikatakan merupakan sari dari refleksi dan sikap Kiai Sahal terhadap forum Bahtsul Masail dan dinamika sosial ekonomi masyarakat.
Dalam kitabnya ini, Kiai Sahal memberi pencerahan bagi kita, bahwa hukum yang sifatnya dzonniy akan selalu berubah-ubah. Hukum yang sudah diputuskan di satu tempat, belum tentu sama dan relevan diterapkan di tempat lainnya, walaupun dengan latar belakang persoalan yang sama. Kendati demikian, Bahtsul Masail tetap menjadi sarana penting untuk memecahkan masalah kemasyarakatan.