Pati, NU Online

Sebagai kampus riset berbasis nilai-nilai pesantren, Pusat Fiqih Sosial Institute (FISI) menggelar seminar nasional bertajuk ‘Fiqh Sosial: Masa Depan Fiqh Indonesia’ di aula kampus Institute Pesantren Mathali’ul Falah (IPMAFA) Pati, Jawa Tengah, Kamis (28/1/2016).

 

“Kegiatan ini untuk mempublikasikan hasil riset fiqih sosial Kiai Sahal yang selama ini dipandang sebagai fiqih yang bisa memberikan sumbangsih pemikiran kepada masyarakat, pesantren maupun dunia akademik,” ungkap Umdatul Baroroh selaku Direktur Pusat FISI.

 

Ia menambahkah, dalam seminar nasional sekaligus peluncuran buku FISI yang ketiga ini, untuk menemukan formula ijtihad Kiai Sahal dalam mendekatkan fiqih dengan isu-isu kekinian di masyarakat.

 

Sementara itu, KH Abdul Ghofur Maimun yang hadir sebagai narasumber menjelaskan bahwa Islam itu identik dengan fiqih, karena dalam memecahkan sebuah problem di masyarakat  yang menjadi referensi adalah fiqih. Maka fiqih ini harus lebih berkembang dan bisa memberikan solusi tepat dalam memecahkan masalah di masyarakat. Sehingga FISI ini harus mempunyai karakter dan ciri khas dalam menjawab isu-isu kekinian dan tantangan zaman saat ini, terangnya.

 

Sedangkan narasumber lain, KH Abdul Moqsith Ghazali menjelaskan, fiqih sebagai salah satu ilmu keislaman yang paling mudah beradaptasi dengan lingkungan intelektual baru, karena fiqih ini tidak hanya bermain dalam ranah ibadah.

 

“Akan tetapi, juga berbicara mulai dari privat sampai pada soal publik. Kiai Sahal memiliki penguasaan yang mendalam terhadap persoalan furu’ (cabang) ushul (pokok). Ia mengerti fiqih secara mendalam dan menguasai ushul fiqih sebagai satu kecakapan intelektual yang jarang dimiliki para pembaharu fiqih lain,” ungkap Moqsith.

 

Dalam menyuarakan fiqih sosial, lanjut Moqsith, Mbah Sahal tidak hanya mengeluarkan pendapat fiqih terkait soal-soal kemasyarakatan, melain untuk menyediakan kerangka metodologi ushul fiqihnya. Sehingga melalui perjalanan yang sangat panjang, yang dilakukan Mbah Sahal melalui lima ciri fiqih sosial, serta kepekaannya terhadap kondisi sosial masyarakat.

 

“Harapannya fiqih sosial ini bisa menjadi masa depan fiqih Indonesia,” tambahnya. (Siswanto/Fathoni)