Lahirnya Buku Fiqh Sosial Masa Depan Fiqh Indonesia, merupakan sebuah lompatan besar dari pesantren di daerah pantura, di mana relasi kuasa yang bertumpu pada budaya patriarkhis masih mendominasi. Bagaimana tidak, pertama, buku ini ditulis oleh dua orang perempuan, santri dan menantu Kiai Sahal, dan membahas tentang pemikiran hebat fiqh sosial laki-laki, yaitu Kiai Sahal. Kedua, pemikiran Kiai Sahal tentang fiqh sosial telah mendobrak tradisi pemikiran fiqh dan ushul fiqh pesantren, menjadi lebih responsif dan kontekstual menjawab persoalan kekinian di masyarakat. Kesan tersebut disampaikan Ka. Prodi Muamalat Abdul Mughits S.Ag., M.Ag. dalam sambutannya pada acara bedah buku Fiqh Sosial Masa Depan Fiqh Indonesia di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Kamis, 24/3 kemarin. Acara yang terselenggara atas kerjasama PUSAT FISI IPMAFA dengan KMF YEKA dan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga itu, berhasil menyedot animo civitas akademika UIN Sunan Kalijaga dan beberapa kampus sekitarnya untuk bergabung menjadi peserta aktif, hingga ruang Teatrikal Hukum dan Syariah penuh.
Tradisi pemikiran fiqh dan ushul fiqh pesantren, sudah saatnya dikembalikan dari distorsi pemahaman yang sudah lama terjadi, fiqh hanya dikenal dengan konten-konten hukum ubudiyyah, sementara yang berkaitan dengan ‘imratul ardh atau kekhalifahan manusia di bumi tidak. Padahal kedua hal ini harus seimbang. Papar Umdatul Baroroh, MA penulis buku Fiqh Sosial Masa Depan Fiqh Indonesia sekaligus narasumber pada acara tersebut. Menyikapi hal itu, menjadi sangat menarik misalnya ketika mengkaji salah satu prinsip fiqh sosial, yaitu fiqh sebagai etika sosial. Kiai Sahal melalui fiqh sosial memotivasi umat Islam bahwa kemapanan ekonomi dapat menjadi wasilah untuk mencapai kesempurnaan ibadah. Inilah yang kemudian mempertemukan hubungan fiqh dan pemberdayaan sesuai tujuan utama diturunkannya manusia ke bumi untuk beribadah kepada Allah SWT dan menjadi khalifah.
Sementara itu, Dr. M. Shodiq yang menjadi panelis saat itu, menggaris bawahi tantangan yang dihadapi oleh generasi penerus Kiai Sahal dewasa ini. Fiqh sosial bagaimanapun juga telah lahir dari lokalitas pesantren Kajen dengan latar belakang ekonomi masyarakat menengah ke bawah. Jika pada saat itu tantangan Kiai Sahal adalah membangun ekonomi masyarakatnya dengan fiqh sosial, maka hari ini, fiqh sosial harus dimanfaatkan untuk memberdayakan kelompok-kelompok marginal seperti penyandang disabilitas, anak jalalan, ODHA, dan sebagaimanya.